Monday, November 29, 2010

#1. Simple rules just don’t work #1

Masih ingatkah dengan nasihat ini “hati-hati kalau bertemu dengan orang yang tidak kamu kenal”, atau “jangan bicara dengan orang yang tidak kamu kenal” ? Nasihat tersebut terdengar akrab di telinga kita. Pun nasihat ini ada juga di budaya barat, “Don’t talk to stranger!”.
Rasanya nasihat itu cocok jika diterapkan atau dinasihatkan pada anak-anak, dimana mereka belum bisa memilah mana kawan dan mana lawan, mana yang berhati tulus dan mana yang berkedok manis. Sangat mungkin kita yang sudah dewasa ini tidak menerapkan nasihat tersebut, kecuali jika di orang asing tersebut penampilannya menakutkan, mencurigakan, berwajah angker, dan lain sebagainya. Kita cenderung berusaha mengenali si orang asing tadi, paling tidak kita berusaha mendapatkan gambaran umum apakah dia orang baik atau tidak, bicaranya baik atau tidak, latar belakang atau pengalaman serupa atau tidak, dll.
Nah, apakah hal yang sama kita terapkan di dunia maya ? dunia dimana pertemuan atau keberadaan fisik bukan lagi menjadi hambatan, tapi justru dijembatani. Disini masihkah berlaku nasihat diatas ?
Pengalaman saya membuktikan sebaliknya. “Talk to stranger” ternyata mengasyikan! Melihat foto lawan bicara dan berbicara berjam-jam nampaknya makin mengaburkan usaha saya mengenali lawan bicara saya. Semakin hari semakin nasihat ini tidak relevan. Semakin banyak kenalan saya dari dunia maya yang bahkan bertemupun belum pernah. Dan setelah bertahun-tahun menjalani pengalaman ini, saya semakin “tidak berhati-hati”. Usaha mengenali lawan bicara tidak lagi saya lakukan dalam rangka memastikan apakah dia orang baik atau bukan, tapi justru mengenal lebih dalam, lebih rinci, dan seringkali di pertemuan pertama saja rasa kedekatan mulai tercipta, dan berharap akan ada pertemuan berikutnya.
Lalu nasihat apakah yang cocok kita berikan bagi generasi muda mendatang ? “Don’t talk to stranger”, di saat kita justru “Chat with the unknown”.

Bijak dalam menggunakan teknologi #1

Pengalaman ini terjadi pada orang yang saya kagumi, yakni Bapak Mario Teguh. Beliau menutup accountnya di twitter, tentu setelah berpikir dua tiga kali bahkan lebih. Namun hal ini membuktikan teknologi bukanlah tujuan, namun hanyalah alat.

Mario Teguh Klarifikasi Penutupan Twitter

Mario Teguh
Motivator papan atas Mario Teguh memberikan penjelasan atas penutupan akun di jejaring mikroblog Twitter. Klarifikasi diberikan setelah muncul pro dan ontra atas penutupan akun twitter.com/marioteguhMTGW. Belakangan muncul dukungan ke motivator yang setiap pekan muncul di televisi ini untuk membuka kembali.
Mario Teguh menutup akun Twitter Minggu, 21 Februari 2010, setelah menulis status kontroversial “Wanita yang pas untuk teman, pesta, clubbing, bergadang sampai pagi, chitchat yang snob, merokok n kadang mabuk – tidak mungkin direncanakan jadi istri”. Kontan, tulisan tersebut mendapatkan protes dari pengguna Twitter lain dan berujung penutupan.
Berikut klarifikasi Mario Teguh yang disampaikan melalui akun Face Book:
Berkenaan dengan perkembangan berita mengenai penarikan pelayanan MTSuperClub (MTSC) dari Twitter, bersama ini saya menyampaikan konfirmasi yang mudah-mudahan tidak Anda butuhkan untuk betul-betul mengerti letak konsep dari posting kami di Twitter yang telah menjadi bahan berita di beberapa media.
1. Apa pun prosedur pemilihan, penyusunan, dan penerbitan posting di Twitter dan semua media pelayanan publik MTSC via internet yang hampir mencapai jumlah 900,000 anggota di seluruh dunia, adalah sepenuhnya tanggung-jawab pribadi saya dan hanya saya.
2. Para Moderator MTSC tidak dihukum atau menerima penalti apa pun atas ketidak-setujuan sebagian anggota publik atas posting di media-media kami, karena saya yang menugaskan mereka, dan mereka terjamin dan terlindungi oleh tanggung-jawab saya sebagai pemberi tugas, selama yang mereka lakukan adalah kesalahan; karena kesalahan adalah hal wajar bagi siapa pun yang sedang belajar untuk menjadi lebih mampu. Mereka akan sangat terhukum jika kesalahan itu disebabkan oleh ketidak-jujuran.
3. Tujuan dari postings di media pelayanan MTSC adalah untuk memajukan pemikiran, penyikapan, dan perilaku yang mengutamakan kedamaian, kesejahteraan, dan kecemerlangan peran pribadi mereka yang kami layani dalam kehidupan pribadi dan profesi mereka.
4. Atas anjuran MT Management, saya dan beberapa MTSC Moderator memulai proses belajar menemukan cara-cara untuk menggunakan kekuatan dari jejaring Twitter untuk melengkapi sistem pelayanan publik kami yang sudah ada. Kami mulai aktif menggunakan Twitter dengan nama account MarioTeguhMTGW pada 1 Februari 2010, yang dalam 20 hari telah menerima lebih dari 23,000 followers.
5. #MTOF (MT Open Forum) adalah trending topic yang kami rancang sebagai koleksi mata diskusi akhir minggu (Sabtu dan Minggu, 20-21 Februari 2010).
6. #MTOF 6. adalah mata diskusi yang menasehatkan anak putri kita untuk tidak mempersulit masa depan kehidupan pribadi dan pernikahan mereka sendiri.
7. Mohon ditaruh konteks no. 6 sebagai semangat dan niat dari tweet #MTOF 6, sebagai berikut: “Wanita yang pas untuk teman, pesta, clubbing, bergadang sampai pagi, chitchat yang snob, merokok n kadang mabuk – tidak mungkin direncanakan jadi istri”.
8. Nasehat itu adalah masukan bagi anak-anak putri kita untuk lebih berhati-hati, karena rekan pria mereka bisa tidak melihat kesesuaian bagi anak-anak putri kita untuk menjadi pendamping dan ibunda bagi anak-anak dari pria yang mereka cintai.
9. Sebagai mata diskusi, #MTOF 6 adalah judul dari diskusi, dan lebih ditujukan sebagai pemulai proses diskusi, dan bukan suatu judgment terhadap wanita tertentu.
10. Tetapi, kami bisa memahami bahwa kesalah-penafsiran bisa dikenakan kepada topik itu, terutama karena posting tersebut dibatasi sebanyak maksimal 140 huruf, yang kemudian dapat di-edit dan di post ulang (retweet) dengan bebas, tanpa harus setia kepada keseluruhan maksud dari posting awalnya.
11. Kami berupaya memperbaiki pengertian yang jauh dari yang kami maksudkan dalam mata diskusi tersebut, tetapi tidak mampu meluruskan pengertian dari sekian banyak penerima retweet yang berada dalam network accounts dari yang me-retweet.
12. Kami menerima kritikan dan perbedaan pendapat dengan penghormatan yang seutuhnya, tetapi kami tidak merasa damai dengan bahasa yang kurang santun dalam menyampaikan kritikan, sehingga para Moderator MTSC mem-block account yang tulisannya dapat mengganggu kedamaian followers yang lain.
13. Tetapi kemudian kami harus menerima kenyataan, bahwa orang yang cenderung berbahasa kurang santun, akan menjadi sangat tidak santun jika kita block dari komunitas kecil yang sedang kami bangun keakrabannya ini.
14. Penjelasan dan postings berikutnya tidak membantu meluruskan pengertian dan mengindahkan nada kritikan dari retweet yang sudah diedit dan di-‘sederhanakan’ agar memaksimalkan pengertian agresif dari mata diskusi tersebut.
15. Saya mengambil inisiatif untuk menyampaikan klarifikasi dan permohonan maaf dari pribadi saya kepada sahabat-sahabat saya yang menjadi gundah dan terluka oleh posting yang ada di account tweeter MarioTeguhMTGW, pada tanggal 20 Februari 2010, malam hari.
16. Sebagian dari sahabat saya yang tadinya murka, menerima permohonan maaf saya, dan menasehati saya untuk lebih berhati-hati dalam pelayanan saya berikutnya (my deepest respects to you). Tetapi, masih saja ada postings yang berbahasa yang tidak nyaman diutarakan bahkan oleh hati yang menulis, apalagi bagi kami yang membacanya.
17. Awalnya saya mengajukan diri untuk sepenuhnya mengelola account MarioTeguhMTGW tanpa bantuan para Moderators, yang kemudian saya sadari tidak akan mungkin saya lakukan, karena intensitas moderasi untuk konten dan kepatutan bahasa Indonesia yang kami standarkan bagi semua media pelayanan publik kami.
18. Setelah rapat Moderator MTSC pada hari Minggu pagi, 21 Februari 2010, kami memutuskan untuk mengakhiri pelayanan MTSC via Twitter, dan mengalihkan perhatian kami kembali ke media-media pelayanan kami yang sudah ada dan lebih mapan sekarang.
Sekali lagi, bersama ini saya mengambil tanggung-jawab penuh atas ketidak-nyamanan yang dirasakan oleh sebagian anggota publik, baik yang tidak menyukai posting langsung dari kami atau yang dimarahkan oleh editing lepas dari judul diskusi tersebut di media yang sama atau yang lain.
Dan untuk itu saya dengan sangat tulus memohon maaf, dan merasa sedih menyaksikan mereka yang menjadi tujuan dari pelayanan kami – menjadi tidak damai oleh cara-cara kami.
Diambil dari http://computers-it.blogspot.com/2010/02/mario-teguh-klarifikasi-penutupan.html

Social Learning for Schools

Social Learning for Schools
Social Learning ? apa maksudnya social network ?

Social Learning = Social Network + eLearning
Social Learning = Fun + Sharing + existence + material + education + interaction
eLearning menggunakan social learning merupakan hal baru. Umumnya elearning dikembangkan untuk individu, dimana perkembangan dan kecepatan maupun daya tangkap peserta didik berbeda2, namun dibantu dengan teknologi maka titik akhirnya diharapkan mencapai titik yang sama. Namun pola seperti ini masih belum cocok diterapkan di pendidikan dasar, khususnya di Indonesia. Budaya dan pola yang kita anut masih berkiblat pada guru-siswa, guru mengajar – siswa belajar, guru sebagai narasumber – siswa sebagai peserta, guru sebagai pembicara – siswa sebagai pendengar. Alih-alih meniru model ini, maka penulis menempuh jalan lain, yaitu menggunakan social network.
Social network sedang naik daun 4 tahun belakangan. Dah kita pantas berdecak kagum. Mengapa ? coba kita ingat2, dari sekian banyak aplikasi online, situs mana yang berkembang dan bertambah penggunananya sedemikian pesat ? Dari sekian banyak aplikasi online, situs mana yang penggunanya bahkan tidak perlu diajari tapi cepat sekali menguasai fungsi-fungsi yang terdapat didalamnya ? Dari sekian banyak aplikasi online, situs mana yang membuat produsen gadget/elektronik/komunikasi berlomba-lomba menghadirkan akses instan dan murah ke situs tersebut ?
Mari kita ikuti tren ini. Faktanya siswa kita lebih akrab dan piawai dengan social network. Kalangan guru-pun mau tidak mau mulai belajar dan bergabung. Sampai disini kita sudah menghemat banyak sekali pelatihan. Dari beberapa kali implementasi, terbukti sesi pelatihan yang berjam-jam cukup dilakukan dibawah 30 menit.